Selasa. 30/07/13
Rasanya sedih, Saya harus tidur terpisah dari Papa. Karena di ruang ICU tidak boleh ada yang menginap kecuali dokter jaga. Sehingga Saya hanya dapat menunggu sampai jam besuk tiba.
Sebelumnya Saya juga broadcast message untuk update mengenai kondisi Papa, baik ke saudara maupun teman-temannya.
Jam 12.00, banyak kerabat & rekan kerja Papa yang berdatangan untuk menjenguk beliau. Bisa di bilang ruang ICU ramai karena rombongan ini. =) Hari ini Papa sangat senang, terlihat dari ekspresi wajahnya. Terutama ketika teman-teman terdekatnya datang mengunjunginya, 3 sekawan yang doyan melawak, hari ini pun berhasil membuat Papa tertawa. Untuk Om Sin-Sin, Om Paulus, dan Om Sidik, Terima kasih banyak atas support yang kalian berikan untuk Papa. It priceless..
Hari ini pun banyak rekan kerja Papa dari Tosia Property yang datang, banyak yang berdoa untuk kesembuhan Papa. Tidak lupa juga dari teman kantor lama Papa dari House Mart Property pun datang silih berganti. I’m so thankful to them.. ;’)
Rabu, 31/07/13
Hari ini orang-orang yang besuk tidak seramai kemarin, namun tetap saja ada yang datang untuk menjenguk Papa. ;)
Sekitar jam 12.30 ada seorang pendeta yang datang, mendoakan Papa yang terbaring. Saat itu Pendeta menuntun Papa untuk berdoa pertobatan, dimulai dari kata pertama sampai rangkaian doa ditutup dengan Amin, Papa dapat mengucapkan doa tersebut dengan lancar. Mendengar Papa berdoa menerima Tuhan Yesus. Ini adalah doa terindah yang pernah Saya dengar.
Hati Saya begitu tenang setelah Papa berdoa seperti itu. Saya yakin hal ini pun membuat Papa semakin tenang.
Malam harinya Saya dipanggil dokter & disana ada dokter spesialis ginjal. Dokter tersebut menjelaskan bahwa obat-obatan yang sudah diberikan tidak dapat membuat komplikasi penyakit Papa semakin membaik. Kemungkinan lainnnya ginjal Papa pun sudah tidak dapat berfungsi dengan baik, sehingga ada kemungkinan Beliau harus cuci darah. Saat itu Saya tidak dapat berkata apa-apa lagi, Saya hanya menginginkan dokter tetap berusaha memberikan effort yang terbaik untuk Papa. Akhirnya Papa di supply beberapa kantong darah, agar dapat membantu menggantikan darahnya yang sudah tercemar sebelumnya.
Kamis, 01/08/13
Jam 6.30, tiba-tiba di pagi ini Saya dipanggil masuk ke ruang ICU oleh dokter specialist ginjal, dokter langusng menjelaskan kondisi Papa semakin drop, fungsi ginjalnya sudah tidak berfungsi dengan baik sehingga harus cuci darah agar tidak membuat komplikasinya semakin tambah parah. Namun dengan tindakan itupun dokter tidak dapat menjamin kalau Papa akan membaik, beliau mengatakan ini hanya merupakan tindakan preventive agak komplikasinya tidak semakin parah. Lalu dokter menanyakan keputusan Saya, apakah tindakan tersebut mau dilaksanakan? It’s a hard question for me. Coz it’s expensive? NO! I’m NOT think about money right know, I’ll DO MY BEST EFFORT for My Dad even though I don’t have a penny. Setelah semua pertimbangan yang Saya pikirkan untuk Papa, dengan berat hati Saya : Menolak tindakan cuci darah tersebut. Rasanya berat banget mengucapkan hal tersebut, di satu sisi Saya teramat sangat Papa membaik, tapi hati Saya sudah tersiksa melihat Papa terbaring seperti ini, jika dengan cuci darah pun Papa tidak membaik, Saya tidak tega melihat Papa tambah tersiksa dengan selang tambahan yang harus di masukkan dari lehernya. Saya TIDAK RELA penderitaan Papa bertambah.
Pukul 12.00,
Saatnya jam besuk dan mulai banyak yang berdatangan untuk menjenguk, menyemangati, dan mendoakan Papa. Karena sudah agak ramai (FYI : Pengunjung ke ruang ICU tidak boleh masuk secara bergerombol-Kebijakan RS), Saya izin ke ruang tunggu agar memberi kesempatan pada teman / saudara Papa yang mau menengoknya.
Pukul 12.30,
Ketika Saya mengisi perut dengan 2 suap mie ayam, tiba-tiba ada suster yang memanggil “Keluarga Bapak Adjie”. Saya langsung meninggalkan makanan tersebut dan berlari ke ruang ICU, saat itu dokter spesialis yang menangani Papa berkata : “Kondisi beliau sudah bertambah drop, takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, lebih baik pihak keluarga berada disini untuk menemaninya.” Mendengar ini rasanya jantung saya sempat berhenti sejenak. Saat itu Saya hanya dapat berdiri di sampingnya sambil terus berdoa, supaya Beliau mendapatkan perlakuan yang terbaik dari Tuhan.
Melihat di monitor denyut jantung Papa semakin melemah, sambil berbisik ke telinganya : “Papa, Papa serahkan semuanya ke Tuhan karena Tuhan akan kasih yang terbaik buat Papa. Aku ngga mau Papa menderita seperti ini, aku mau Papa bisa sehat lagi dan pulang sama aku ke rumah, tapi kalau sekarang Papa ngga kuat lagi, dalam hati Papa berdoa,ya sama Tuhan supaya Tuhan kasih keputusan yang terbaik buat Papa. Aku tahu, Papa pasti mau terus berjuang buat aku, aku tahu banget. Papa jangan khawatir sama aku, aku JANJI sama Papa kalau aku akan terus mengejar mimpi aku. Aku bakal buktiin ke Papa kalau aku bisa berhasil raih mimpi aku. Papa jangan khwatirin aku, karena banyak teman-teman yang bakal bantuin aku, aku percaya Tuhan pasti akan ngelindungin aku. Jadi, Papa jangan khawatir ya sama aku. Papa terus berdoa dan serahin semua ama Tuhan, Papa pasti dikasih jalan yang terbaik, Pah.”
Pukul 13.03, denyut jantungnya semakin drop dan kemudian hilang....
Tidak dapat diungkapkan rasa sedih yang Saya rasakan, karena kehilangan satu-satunya keluarga yang saya miliki di dunia ini. Mulai dari bayi, sampai ketika Mama meninggal dunia di usia Saya yang baru menginjak 6 tahun, Beliau yang merawat Saya sampai saat ini. Saya cuma tinggal berdua dengan Papa dan sekarang tiba-tiba Papa tidak ada.
Saat itu Saya hanya dapat menghibur hati Saya dengan mengatakan dalam hati : “Papa udah ngga tersiksa lagi dengan penyakitnya, Papa sekarang udah BAHAGIA sama Mama disisi Tuhan, Papa udah tenang sekarang.”
Saya pribadi dari hati yang paling dalam, TIDAK rela ditinggal pergi secepat ini sama Papa. Tapi Saya lebih tidak rela, kalau Papa tersiksa lama dengan penyakitnya. Karena dulu Papa pernah berkata “Lebih baik kalau nanti memang sudah waktunya, jangan dikasih penyakit yang aneh-aneh sampai harus ngerasain sakit-sakitan, menderita kalau seperti itu”. Saya yakin, Papa sekarang udah BAHAGIA disisi Tuhan, sekarang tinggal Saya yang harus meneruskan hidup di dunia ini sambil terus berusaha membuktikan janji Saya ke Papa.
I don’t know what the right sentence to express what I feel, I can’t describe it well. Kesedihan, kesendirian, rasa takut, rasa kehilangan, semua campur aduk di waktu ini. Banyak pertanyaan yang muncul, “Bagaimana hidup Saya selanjutnya tanpa Papa? Biasanya pulang ke rumah ada Papa, ada yang cariin kalau pulangnya kemaleman. Biasanya ada Papa yang mendengarkan cerita Saya. Apa yang harus Saya lakukan untuk hidup sendirian?”
Pikiran itu untuk sementara terlupakan, karena Saya harus fokus memberikan yang terbaik untuk mengurus Papa sampai semuanya selesai. Saya teringat Papa pernah berpesan, mau di kremasi saja apabila meninggal dunia. Maka dari itu Saya mau mewujudkan pesannya.
Setelah banyaknya prosedur & administratif yang harus dilewati, di kapal yang mengantarkan kami ke tengah lautan, kami (Saya & adik-adik Papa) melepas pujian & berdoa untuk mengantarkan beliau, dan akhirnya Saya dapat menyatukan Papa & Mama, lalu melepaskan abunya ke laut secara bersama-sama...
“Pa, you’re the one who give me everything that you have,
You’re the one who willing give the best effort for me,
You’re the one who really love and care about me,
Pa...You’re a GREAT daddy for me,
I already ask GOD, why He’s taking you so fast from me..
The only answer that I know is because He don’t want you to suffer in this world,
He really loves you so much that’s why, he sent you to come into His place; Heaven.
I really love you, pa and ma, I know both of you are happy now...
Like I always says...
My father always gonna be my HERO,my Macgyver and my mother always gonna be my Guardian Angel..
And I believe, someday we gonna meet again as a Family in Heaven...
Sending both of you a lot of love from your one and only daughter..."
Love,
Agnes